Pemerintah Akan Revisi Aturan Turunan UU Ciptaker Karena Bermasalah
Jakarta - Pemerintah membuka peluang merevisi peraturan presiden (perpres), peraturan pemerintah (pp), hingga peraturan menteri yang merupakan aturan turunan UU Cipta Kerja. Revisi dilakukan setelah perbaiki isi UU Cipta Kerja selesai.
"Ini undang-undang perbaikan dimungkinkan, kalau nanti aturan pelaksana yang sekarang tidak sesuai lagi (maka aturan pelaksana akan) dilakukan perbaikan," ungkap Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi dalam media briefing, Rabu (6/7).
Namun, Elen belum membeberkan pp, perpres, dan peraturan menteri mana saja yang berpotensi untuk direvisi. Sejauh ini, pemerintah masih terus memperbaiki isi dari UU Cipta Kerja.
Elen menjelaskan pihaknya menemukan sebagian besar masalah UU Cipta Kerja berada pada implementasi. Dengan kata lain, ada persoalan di aturan turunan UU Cipta Kerja.
"Bisa regulasi, peraturan menteri, rata-rata ini persoalan peraturan menteri tidak sinkron dengan atasnya," jelas Elen.
Sementara, pemerintah dan DPR masih membahas apakah substansi dalam UU Cipta Kerja akan diubah atau tidak.
"Substansi tentu akan dibahas di tingkat menteri, presiden, dan sebagainya. Namun kami siapkan yang fix dulu, nanti kemudian dapat aspirasi dari masyarakat. Prosesnya tidak mudah tapi harus dijalankan," ucapnya.
Ia menargetkan perbaikan isi UU Cipta Kerja selesai tahun ini meski MK memberikan waktu dua tahun sejak 2021. Dengan kata lain, pemerintah harus menyelesaikan perbaikan itu maksimal tahun depan.
"Secepat-cepatnya, kalau bisa tahun ini, tahun ini atau tahun depan," katanya.
Sebelumnya, MK meminta pemerintah dan DPR memperbaiki UU a quo dalam tenggat waktu dua tahun sejak putusan dibacakan pada 2021 lalu.
MK menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat karena cacat formil sebab dalam proses pembahasannya tidak sesuai dengan aturan dan tidak memenuhi unsur keterbukaan.
Menurut MK, UU Ciptaker dinyatakan inkonstitusional bersyarat untuk menghindari ketidakpastian hukum dan dampak lebih besar yang ditimbulkan.
Sebab, meskipun secara hukum terbukti tidak terpenuhi syarat-syarat tentang tata cara dalam pembentukan UU Ciptaker, tetapi ada tujuan besar yang ingin dicapai dengan berlakunya UU Ciptaker serta telah banyak dikeluarkan peraturan-peraturan pelaksana dan bahkan telah banyak diimplementasikan di tataran praktik.
Pilihan Mahkamah menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat dikarenakan Mahkamah harus menyeimbangkan antara syarat pembentukan sebuah UU yang harus dipenuhi sebagai syarat formil dengan tujuan strategis dibentuknya UU a quo.
Jika dalam dua tahun pemerintah tak menyelesaikan perbaikan UU Cipta Kerja, maka aturan itu menjadi inkonstitusional secara permanen.
Sementara itu Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, Jawa Barat mulai bersiap menyusun materi turunan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) dan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang akan berdampak pada puluhan peraturan daerah (perda) di kotanya.
Melalui Focus Group Discussion (FGD) yang digelar bagian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) di Asana Grand Pangrango Hotel, Jalan Pajajaran, Kota Bogor, Kamis (30/6), Sekretaris Daerah (Sekda) Syarifah Sofiah berharap jajaran Pemerintah Kota Bogor mampu memberikan masukan untuk materi penyusunan produk hukum daerah sebagai tindak lanjut kedua Undang-Undang tersebut.
"Kegiatan ini dalam rangka memberikan pencerahan bagi kita semua, ada banyak peraturan daerah yang akan mengalami revisi," katanya. Syarifah Sofiah mengajak jajaran Pemkot Bogor untuk bekerja keras, bekerja sama dan bersinergi dalam menghadapi implementasi kedua Undang-Undang di Kota Bogor. Akan ada banyak peraturan daerah yang akan mengalami revisi. Menyangkut UU Cipta Kerja ada sekitar 38 perda Kota Bogor yang terdampak.
Sementara untuk UU HKPD, khususnya bidang pajak di Kota Bogor ada sembilan aturan pajak daerah dan tiga peraturan retribusi daerah. FGD juga dihadiri narasumber Analis Kebijakan Ahli Madya Direktorat Pendapatan Daerah Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), An An Andri Hikmat dan Analisis Hukum Muda pada Bagian Dokumentasi Hukum, Pembinaan dan Perawatan Produk Setda Provinsi Jawa Barat, Hukum Arif Nurcahyo.
Syarifah juga berharap jajaran Pemkot Bogor mendapat informasi yang lebih jelas terkait dampaknya sehingga memberikan manfaat, khususnya dalam tindak lanjut merevisi dan mengkalkulasi dari implementasi UU Cipta Kerja dan UU HKPD. Kepala Bagian Hukum dan Hak Asasi Manusia Setda Kota Bogor, Alma Wiranta menambahkan menggelar FGD sebelum penyusunan materi revisi perda merupakan tugas dan tanggung jawab yang dijalankan Pemkot Bogor. Dengan ini maka mendapatkan materi dalam menciptakan suatu produk hukum daerah Kota Bogor sebagai tindak lanjut dari UU Cipta Kerja dan UU HKPD yang nanti akan diterapkan.
Komentar
Posting Komentar